Minggu, 04 Mei 2014

Catatan Pertama : First Trip to Bukit Moko


Assalamualaikum,wr,wb apa kabar agan2 semua?...
Oke ini adalah catatan perjalanan saya sebagai seorang traveller yang selalu pergi sendirian dan pacar saya yaitu motor Honda Supra X 125 yang selalu menemani saya kemanapun saya pergi :D (just kidding hehehe…).
Berawal dari keisengan saya yang mencari tempat-tempat yang membuat rileks badan dan jiwa, jauh dari hiruk pikuk kota Bandung dan utamanya untuk ngehilangin jenuh dan galau projek skripsi yang error melulu (hahaha :D), dan di salah satu website saya menemukan artikel tentang bukit moko dan mulailah dari situ saya mencari informasi tentang bukit moko ini.
Setelah menelusuri blog dan web yang berkaitan tentang si bukit moko ini, maka didapatlah bahwa Bukit Moko ini merupakan sebuah tempat dimana kita bisa melihat pemandangan seluruh Kota Bandung dari ketinggian. Tempat ini berada pada ketinggian 1500 meter di atas permukaan laut, dan menjadi titik tertinggi di Bandung. Dan saya putuskan untuk berangkat ke sana pada hari minggu.
Sebelum lanjut cerita, ada 3 jalur menuju bukit moko ini :
Ø Lewat Bojong Koneng. Jaraknya paling dekat namun medannya menantang
Ø Lewat Cimuncang. Jalur ini tidak direkomendasikan karena kondisi jalan berbatu dan berkelok-kelok tajam.
Ø  Lewat Padasuka , jalur dengan dengan kondisi jalan paling bersahabat. Tapi, kamu tetap harus hati-hati karena banyak tikungan tajam dan tanjakan terjal.

Saya lebih memilih jalur Padasuka, karena faktor jalan bersahabat, namun perlu agan ketahui meski jalur bersahabat, kendaraan mobil atau motor harus dalam keadaan fit untuk jalan karena medan jalur yang penuh tanjakan terjal. Saya merekomendasikan naik motor karena jalur setelah melewati Padasuka sampai Bukit Moko jalan hanya bisa dilalui searah dan mobil harus bergantian lewat jika berpapasan.
Oke, kita lanjut ceritanya…
Hari minggu, saya pun berangkat ke Bukit Moko. Awal rencana pengen berangkat jam 6.00 pagi tetapi karena faktor mengantuk akibat susah tidur semalam jam berangkat pun molor jadi jam 8.00 (maklum mahasiswa gitu loh hehe).
Untuk ke Bukit Moko, kalo misal agan datang dari Pasteur, ikutin aja sampe ke gasibu, dari gasibu terus saja sampai nanti sebelum ke lampu merah dan terminal Cicaheum, belok kiri. Kalo bingung lihat aja petunjuk jalan yang belok kirinya ada tulisan Padasuka dan Saung Angklung Mang Udjo (udah tahu tempatnya kan). Oke disini perjalanan kita mulai…
Setelah melewati Saung Angklung Mang Udjo kita ikutin aja jalannya. Di sini, jalan masih bisa dilewati kendaraan 2 arah dan masih banyak perumahan warga. Tetapi setelah melewati perbatasan Kabupaten Bandung, jalan akan semakin menyempit dan penuh tanjakan terjal, namun masih bisa dilalui oleh mobil.
Makin ke atas, maka banyak pula tanjakan terjal plus tikungan tajam tanpa pagar pembatas yang akan kita lalui, ingat kendaraan agan harus dalam kondisi fit dan tentunya bensin harus full, gak lucu kan kalo lagi nanjak tiba2 kendaraan habis bensin?... Saya sendiri pun menggeber motor saat melewati tanjakan hanya gigi 1 terus menerus dan kecepatan maksimal hanya 20 km/jam. Saya agak was-was takut si motor habis bensin di tengah perjalanan karena saat di jalan indikator bensin menunjukkan tinggal setengah lagi ataupun resiko besar adalah mogok. Setelah melewati beberapa tanjakan, saya pun berhenti di pinggir rumah makan untuk beristirahat sejenak dan tentunya mengambil beberapa foto pemandangan  kota Bandung dari atas sini.




Sekitar 15 menit saya beristirahat, saya pun melanjutkan perjalanan dan ternyata saat motor dinyalakan, indikator bensin menunjukkan bensin masih penuh, aduh dikerjain ama si motor hahaha :D. Dengan membaca doa saya pun melewati tanjakan dari tempat saya istirahat tadi dan sesudah melewati tanjakan tersebut, di sebelah kiri terdapat banyak warung yang berjejer menyediakan makanan seperti jagung, dsb. Ternyata saya sudah berada di Caringin Tilu. Bagi yang tidak sempat atau kendaraan agan kurang fit, lebih baik berhenti di sini saja karena pemandangan kota Bandung masih terlihat karena sisa jalur ke Bukit Moko lumayan berat. Awalnya saya berpikir apa berhenti di sini saja atau lanjut?. Ya, yang namanya rasa penasaran belum terpuaskan membuat saya nekat untuk terus lanjut sampai puncak. Sambil jalan pun saya sesekali berhenti untuk lagi-lagi mengabadikan foto.




Makin ke atas jalanan pun semakin menyempit, mulai dari Cicayur awalnya jalur yang dapat dilalui dua arah, kini hanya bisa dilalui satu arah oleh mobil dan jika berpapasan harus bergantian. Untungnya karena jalan sepi, saya dapat lancar melalui jalan ini. Oke setelah melalui beberapa jalur tanjakan dan sempit, saya melalui kampung terakhir yaitu Cikidang. Di sini saya menanyakan arah mana ke Bukit Moko, dan ternyata sebentar lagi dan lihat kalo ada tugu bertuliskan Warung Daweung.
Akhirnya, saya menemukan jalur menuju Warung Daweung, di sini kita ambil kiri yaitu jalanan yang berbatu menanjak, kalo agan memilih kanan, jalur tersebut justru mengarah ke daerah Jatihandap. Nah di sinilah jalur yang menantang sesungguhnya, jalanan yang berbatu curam ini harus dilalui secara hati-hati atau tidak kita bisa jatuh, di sini saya nekat bawa motor sampe ke atas dan saat ditanjakan, motor saya mati mendadak dan saya memutuskan untuk mendorongnya sampe ke atas. Kalo pun agan tidak sanggup lewat jalur ini, saya menyarankan untuk memarkir kendaraan di bawah lalu dilanjutkan dengan jalan kaki ke atas.






Alhamdulillah, setelah perjuangan melewati jalur yang menantang, sampailah saya di Warung Daweung, sebuah warung makan yang mempunyai titik terenak untuk melihat keseluruhan kota Bandung dari atas Bukit Moko. Ternyata si motor pun kuat digeber sampe ke sini. Meski harus ngos-ngosan ngedorong si motor ke atas, kelelahan saya terbayar oleh pemandangan kota Bandung dari atas sini. Kiri kanan berhadapan langsung dengan lembah dan bagian depan berhadapan langsung dengan pemandangan kota Bandung. Dalam bahasa sunda, daweung berarti melamun, dan tentu saja saya melamun melihat pemandangan dari sini sambil menyeruput kopi Cappucinno yang saya pesan. Warung Daweung menyediakan makanan hangat yang umum kita temui saat kita pergi ke Lembang macam kopi, dan sebagainya.







Namun, ada yang minus dari Warung Daweung ini adalah sampah yang berserakan. Jujur saja meski di sini sudah dipasang peringatan untuk tidak membuang sampah sembarangan dan tidak membawa makanan dari luar, masih saja ada orang-orang yang “ngeyel” tetap membuang sampah sembarangan. Saya bisa lihat sampah plastik beterbangan saat ada angin berhembus. Pihak Warung Daweung sendiri mengaku kewalahan menegur orang-orang yang “ngeyel” ini. Di sini saya cuma bisa mengatakan “Aduhhh…” (sambil nepok kepala).


Lanjut cerita, saya pun tak lupa mengabadikan pemandangan indah ini dengan berfoto. Karena saya ke sini sendirian, maka saya hanya bisa mengabadikan foto-foto pemandangan dari atas Warung Daweung ini. Hati saya sedikit sakit karena ternyata pengunjung di sini membawa pasangannya masing-masing sedangkan saya sendiri hahaha… :D, saya cuman bisa berkata “aku rapopo”…(nasib nasib sebagai jomblo hahaha).

Jam 11.30, saya pun memutuskan untuk pulang karena melihat awan sudah mendung, nah di sini adrenalin saya tertantang kembali karena menuruni jalanan curam berbatu tadi. Alhamdulillah dari Warung Daweung sampe ke rumah perjalanannya lancar J
Oke, sekian catatan perjalan pertama saya ini, mohon maaf kalo di caper ini masih ada kata2 yang kurang berkenan di hati agan2 semua. Intinya kalo mau ke sini ada beberapa hal yang harus diperhatikan :
Ø  Kendaraan harus fit dan kuat nanjak kalo mau ke Bukit Moko.
Ø  Disarankan bawa motor aja atau mobil yang tinggi (macam Pajero, Terrano, Terios, dll). Kalo agan bawa Alphard ke sini Insya Allah..(tebak sendiri :D).
Ø  Gak usah buru2 saat perjalanan, tenang pelan tapi pasti kita akan sampe tujuan.
Ø  Nah ini yang paling perlu diperhatikan : Jangan buang sampah sembarangan apalagi bawa minuman keras kalo di Warung Daweung. Jaga kebersihan, emang mau lihat tempat wisata tapi penuh sampah berserakan?, gak kan…

Sekian dan terima kasih kita bertemu pada catatan perjalanan selanjutnya, dadah…